Diberikannya dan dipunyainya tanah
dengan hak-hak tertentu tidak akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya
pada tanah sebagai permukaan bumi saja, untuk keperluan apapun pasti diperlukan
juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang
yang ada di atasnya. Oleh karena itu dalam Pasal 4 ayat (2) dinyatakan bahwa
hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian
tertentu permukaan bumi yang bersangkutan yang disebut tanah, tetapi juga tubuh
bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya.
Hal terpenting yang harus
dicermati bahwa tanah bukanlah subsistem
dari ruang, melainkan merupakan matriks dasar dari ruang. Maka fokus pada permukaan tanah adalah terkait dengan
penggunaan
dan pemanfaatan (‘use’) dan right berupa
penguasaan dan pemilikan, yang merupakan concern utama
dari realisasi penataan ruang.
Untuk permasalahan right tersebut dalam PP Nomor 16 Tahun
2004 telah diatur mengenai penguasaan tanah sebagaimana pasal 1 yakni hubungan hukum antara orang per
orang, kelompok orang, atau badan hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Dalam hal penetapan rencana tata ruang wilayah tidak
mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah di
atas atau di bawah tanahnya baik untuk bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum
terdaftar, tanah negara
maupun tanah ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana pasal 6 PP
Nomor 16 Tahun 2004.
Sedangkan untuk right yang lain yakni pemilikan
Tanah bahwa terhadap bidang-bidang
tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar, tanah negara maupun tanah ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana pasal 6 PP Nomor
16 Tahun 2004, penyelesaian
administrasi pertanahan dilaksanakan apabila pemegang hak atas tanah atau kuasanya memenuhi syarat-syarat
menggunakan dan memanfaatkan tanahnya
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana pasal 10 PP
Nomor 16 Tahun 2004.
Penguasaan dan pemilikan atas tanah yang melampui
batas tidak diperkenankan karena akan merugikan kepentingan umum. Hal ini
diatur dalam pasal 7 UUPA. Untuk itu Memelihara tanah,
termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan
hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan
pihak yang ekonomis lemah sebagaimana Pasal 15 UUPA.
Sedangkan terkait dengan beberapa pengertian permukaan
tanah tersebut di atas baik secara fisik, kimiawi maupun biologis bahwa
penggunaan dan pemanfaatan permukaan tanah menjadi hal yang penting, karena
aktivitas masyarakat dengan segala bentuk berada dipermukaan tanah tersebut. Permasalahan
use yakni penggunaan dan pemanfaatan
tanah, sebagaimana pasal 1 PP Nomor 16 Tahun 2004 bahwa penggunaan
tanah
adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun
buatan manusia sedangkan pemanfaatan
tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik
penggunaan tanahnya. Untuk penggunaan dan pemanfaatan tanah terhadap bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik
yang sudah atau belum terdaftar, tanah negara maupun tanah ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana pasal 6 PP
Nomor 16 Tahun 2004, harus
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Penggunaan Tanah |
Sedangkan untuk Penggunaan dan
pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai,
sempadan danau, sempadan waduk, dan atau sempadan sungai sebagaimana pasal 15 PP 16 Tahun 2004 harus
memperhatikan kepentingan umum dan keterbatasan daya dukung, pembangunan yang
berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman
hayati serta kelestarian fungsi lingkungan.
Hal yang terpenting bahwa pemanfaatan
tanah dapat ditingkatkan apabila tidak mengubah penggunaan tanahnya dan Peningkatan pemanfaatan tanah
harus memperhatikan hak atas tanahnya
serta kepentingan masyarakat. Kegiatan
dalam rangka pemanfaatan ruang di atas dan di bawah tanah yang tidak terkait dengan penguasaan tanah dapat dilaksanakan apabila tidak
mengganggu penggunaan dan pemanfaatan tanah yang bersangkutan.
Dalam hal kebijakan
pemberian hak-hak atas tanah yang berbatasan langsung dengan pantai
korelasinya dengan pasal
15 PP 16 Tahun 2004, telah diatur dalam
pasal 60 PP 40 Tahun 1996 bahwa mengenai pemberian hak atas tanah yang
seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai akan diatur tersendiri
dengan peraturan pemerintah. Namun sampai saat ini peraturan dimaksud belum
ada.
Tanah-tanah yang berbatasan
dengan pantai dapat dikategorikan : (Disertasi
Doktor Yusuf Susilo, 2010)
- Tanah yang berbatasan dengan pantai yang merupakan areal publik. Hal ini berdasarkan Perda Kabupaten Badung Nomor 2 Tahun 1979 yang menetapkan areal terbuka untuk umum sepanjang tepian pantai dengan lebar 15 (lima belas) meter.
- Tanah yang berbatasn dengan pantai yang merupakan garis sempadan pantai. Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 bahwa daratan sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Konteks sempadan pantai ini sesuai dengan pasal 13 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dalam rangka untuk melindungi kelestarian fungsi pantai.
- Tanah yang berbatasan dengan pantai di luar garis sempadan pantai. Pada areal ini merupakan tempat pembangunan seperti pendirian hotel dan sarana penunjang lainnya.
Dengan demikian permasalahan
use dan right pada permukaan tanah/bumi sebenarnya sudah diatur dalam
peraturan perundangan yang berlaku saat ini, tinggal concern kita untuk melaksanakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar