Kamis, 04 Oktober 2012

Permukaan tanah dalam prespektif pertanahan

Permukaan Tanah Dalam Prespektif Pertanahan



Diberikannya dan dipunyainya tanah dengan hak-hak tertentu tidak akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja, untuk keperluan apapun pasti diperlukan juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya. Oleh karena itu dalam Pasal 4 ayat (2) dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang bersangkutan yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya.
Hal terpenting yang harus dicermati bahwa tanah bukanlah subsistem dari ruang, melainkan merupakan matriks dasar dari ruang. Maka fokus pada permukaan tanah adalah terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan (‘use’) dan right berupa penguasaan dan pemilikan, yang merupakan concern utama dari realisasi penataan ruang.
Untuk permasalahan right tersebut dalam PP Nomor 16 Tahun 2004 telah diatur mengenai penguasaan tanah sebagaimana pasal 1 yakni hubungan hukum antara orang per orang, kelompok orang, atau badan hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Dalam hal penetapan rencana tata ruang wilayah tidak mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah di atas atau di bawah tanahnya baik untuk bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar, tanah negara maupun tanah ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana pasal 6 PP Nomor 16 Tahun 2004.
Sedangkan untuk right yang lain yakni pemilikan Tanah bahwa terhadap bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar, tanah negara maupun tanah ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana pasal 6 PP Nomor 16 Tahun 2004, penyelesaian administrasi pertanahan dilaksanakan apabila pemegang hak atas tanah atau kuasanya memenuhi syarat-syarat menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana pasal 10 PP Nomor 16 Tahun 2004.
Penguasaan dan pemilikan atas tanah yang melampui batas tidak diperkenankan karena akan merugikan kepentingan umum. Hal ini diatur dalam pasal 7 UUPA. Untuk itu Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah sebagaimana Pasal 15 UUPA.
Sedangkan terkait dengan beberapa pengertian permukaan tanah tersebut di atas baik secara fisik, kimiawi maupun biologis bahwa penggunaan dan pemanfaatan permukaan tanah menjadi hal yang penting, karena aktivitas masyarakat dengan segala bentuk berada dipermukaan tanah tersebut. Permasalahan use yakni penggunaan dan pemanfaatan tanah, sebagaimana pasal 1 PP Nomor 16 Tahun 2004 bahwa penggunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia sedangkan pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya. Untuk penggunaan dan pemanfaatan tanah terhadap bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar, tanah negara maupun tanah ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana pasal 6 PP Nomor 16 Tahun 2004, harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Penggunaan Tanah
Sedangkan untuk Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk, dan atau sempadan sungai sebagaimana pasal 15 PP 16 Tahun 2004 harus memperhatikan kepentingan umum dan keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan.
Hal yang terpenting bahwa pemanfaatan tanah dapat ditingkatkan apabila tidak mengubah penggunaan tanahnya dan Peningkatan pemanfaatan tanah harus memperhatikan hak atas tanahnya serta kepentingan masyarakat. Kegiatan dalam rangka pemanfaatan ruang di atas dan di bawah tanah yang tidak terkait dengan penguasaan tanah dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu penggunaan dan pemanfaatan tanah yang bersangkutan.
Dalam hal kebijakan pemberian hak-hak atas tanah yang berbatasan langsung dengan pantai korelasinya dengan pasal 15 PP 16 Tahun 2004, telah diatur dalam pasal 60 PP 40 Tahun 1996 bahwa mengenai pemberian hak atas tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai akan diatur tersendiri dengan peraturan pemerintah. Namun sampai saat ini peraturan dimaksud belum ada.
Tanah-tanah yang berbatasan dengan pantai dapat dikategorikan : (Disertasi Doktor Yusuf Susilo, 2010)

  1. Tanah yang berbatasan dengan pantai yang merupakan areal publik. Hal ini berdasarkan Perda Kabupaten Badung Nomor 2 Tahun 1979 yang menetapkan areal terbuka untuk umum sepanjang tepian pantai dengan lebar 15 (lima belas) meter.
  2. Tanah yang berbatasn dengan pantai yang merupakan garis sempadan pantai. Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 bahwa daratan sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Konteks sempadan pantai ini sesuai dengan pasal 13 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dalam rangka untuk melindungi kelestarian fungsi pantai.
  3. Tanah yang berbatasan dengan pantai di luar garis sempadan pantai. Pada areal ini merupakan tempat pembangunan seperti pendirian hotel dan sarana penunjang lainnya.

Dengan demikian permasalahan use dan right pada permukaan tanah/bumi sebenarnya sudah diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku saat ini, tinggal concern kita untuk melaksanakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar